Posted by Unknown at 4:41 AM
Read our previous post
Setiap tahun baru tiba, biasanya ditandai dengan berbagai
kemeriahan, seperti pesta kembang api, keramaian tiupan terompet, maupun
berbagai arak-arakan di malam pergantian tahun. Tapi tidak demikian
dengan pergantian tahun baru Jawa yang jatuh tiap malam satu Suro (1
Muharram) yang tidak disambut dengan kemeriahan.Kebalikan dari malam-malam tahun baru umumnya, tahun baru Jawa, atau malam satu Suro, justru diperingati dengan berbagai ritual sebagai bentuk introspeksi diri. Salah satu ritual yang dilakukan masyarakat Jawa di antaranya tirakatan dan ngumbah pusaka (membersihkan pusaka, bisa keris atau pusaka lainnya).
Selain dua ritual itu, sebenarnya masih banyak ritual lain yang digelar di kalangan masyarakat Jawa ini. Namun saya bakal menyarikan 5 ritual saja yang digelar tepat malam satu Suro. Berikut ini 5 ritual itu:
1. Ngumbah keris
Salah satu ritual paling popular saban malam
satu Suro adalah ngumbah keris (membersihkan keris). Ritual ini adalah
tradisi mencuci/membersihkan keris pusaka bagi orang yang memilikinya.
Dalam tradisi masyarakat Jawa, ngumbah keris menjadi sesuatu kegiatan
spiritual cukup sakral.
"Kenapa tiap malam satu Suro kebanyakan orang Jawa atau para kolektor pusaka selalu 'ngumbah gaman/kersi' miliknya? Karena seperti yang saya jelaskan, bahwa 1 Muharram adalah malam penuh keramat, malam penuh dengan kekuatan magis. Karena pusaka-pusaka itu juga dikeramatkan, makanya perlu dirituali di malam 1 Suro, agar kekuatan gaibnya bertambah," kata Sugiman, seorang kolektor pusaka asal Sidoarjo.
"Kenapa tiap malam satu Suro kebanyakan orang Jawa atau para kolektor pusaka selalu 'ngumbah gaman/kersi' miliknya? Karena seperti yang saya jelaskan, bahwa 1 Muharram adalah malam penuh keramat, malam penuh dengan kekuatan magis. Karena pusaka-pusaka itu juga dikeramatkan, makanya perlu dirituali di malam 1 Suro, agar kekuatan gaibnya bertambah," kata Sugiman, seorang kolektor pusaka asal Sidoarjo.
2. Kirab kerbau bule di Keraton Surakarta
Kirab Kebo Bule ini merupakan ritual Keraton
Kasunanan Surakarta. Kirab ini Kebo Bule ini juga digelar saban malam
satu Suro, di mana sekawanan kerbau (kebo) yang dipercaya keramat, yaitu
Kebo Bule Kiai Slamet. Konon kerbau ini bukan sembarang kerbau.
Dalam buku Babad Solo karya Raden Mas (RM) Said, leluhur kebo bule adalah hewan klangenan atau kesayangan Paku Buwono II. Maka dari itu, kebo bule ini dianggap sebagai pusaka keraton. Adapun kirab itu sendiri berlangsung tengah malam, tergantung 'kemauan' dari kebo Kyai Slamet.
Uniknya, dalam kirab ini, orang-orang sekitar Keraton akan berjalan mengikuti kirab. Mereka saling berebut dan berusaha menyentuh tubuh kebo bule. Tak cukup menyentuh, bahkan orang-orang tersebut terus berjalan di belakang kerbau, menunggu sekawanan kebo bule buang kotoran. Bila kotoran jatuh, mereka saling berebut mendapatkannya.
Orang-orang itu beranggapan bahwa kotoran tersebut sebagai tradisi ngalap berkah, atau mencari berkah Kiai Slamet.
Dalam buku Babad Solo karya Raden Mas (RM) Said, leluhur kebo bule adalah hewan klangenan atau kesayangan Paku Buwono II. Maka dari itu, kebo bule ini dianggap sebagai pusaka keraton. Adapun kirab itu sendiri berlangsung tengah malam, tergantung 'kemauan' dari kebo Kyai Slamet.
Uniknya, dalam kirab ini, orang-orang sekitar Keraton akan berjalan mengikuti kirab. Mereka saling berebut dan berusaha menyentuh tubuh kebo bule. Tak cukup menyentuh, bahkan orang-orang tersebut terus berjalan di belakang kerbau, menunggu sekawanan kebo bule buang kotoran. Bila kotoran jatuh, mereka saling berebut mendapatkannya.
Orang-orang itu beranggapan bahwa kotoran tersebut sebagai tradisi ngalap berkah, atau mencari berkah Kiai Slamet.
3. Mubeng beteng di Keraton Yogyakarta
Sedangkan ritual di Yogyakarta berbeda lagi. Di
istana Sultan Hamengkubuwono, itu setiap malam satu Suro digelar acara
mengarak benda pusaka mengelilingi benteng keraton yang diikuti oleh
ribuan warga Yogyakarta dan sekitarnya. Selama melakukan ritual mubeng
beteng tidak diperkenankan berbicara seperti halnya orang sedang
bertapa. Inilah yang dikenal dengan istilah tapa bisu mubeng beteng.
4. Tirakatan
Ritual lain dikenal dengan Tirakatan. Tirakat
dari kata 'Thoriqot' atau Jalan, yang dimaknai sebagai usaha mencari
jalan agar dekat dengan Allah. Tirakatan ini digelar setiap malam satu
Suro oleh kelompok-kelompok penganut aliran kepercayaan Kejawen yang
masih banyak dijumpai di pedesaan. Mereka menyambut datangnya tahun baru
Jawa dengan tirakatan atau selamatan.
Sepanjang bulan Suro masyarakat Jawa meyakini untuk terus bersikap eling (ingat) dan waspada. Eling artinya manusia harus tetap ingat siapa dirinya dan di mana kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan.
Seperti tradisi Tapa Bisu yang di lakukan di kota Yogyakarta. Mereka melakukan untuk memohon perlindungan dan keselamatan kepada Allah SWT dengan harapan diberikan yang terbaik untuk Kota Yogyakarta.
Sepanjang bulan Suro masyarakat Jawa meyakini untuk terus bersikap eling (ingat) dan waspada. Eling artinya manusia harus tetap ingat siapa dirinya dan di mana kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan.
5. Tapa bisu
Ritual lain adalah Tapa Bisu atau mengunci mulut. Sesuai namanya, Ritual ini dilakukan dengan cara diam, tidak mengeluarkan kata-kata selama ritual. Ritual ini juga bisa dimaknai sebagai upacara untuk mawas diri, berkaca pada diri atas apa yang dilakoninya selama setahun penuh, menghadapi tahun baru di esok paginya.
Seperti tradisi Tapa Bisu yang di lakukan di kota Yogyakarta. Mereka melakukan untuk memohon perlindungan dan keselamatan kepada Allah SWT dengan harapan diberikan yang terbaik untuk Kota Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment