Posted by Unknown at 4:29 AM
Read our previous post
Ini
bukan dongeng. Tapi kejadian nyata yang terjadi sejak dulu kala.
Sejumlah kisah tentang pesan-pesan yang dimasukkan ke dalam botol dan
dihanyutkan ke lautan. Sebuah cara pengiriman pesan yang tetap dikenang
dalam sejarah manusia.
Pesan dalam botol (message in the bottle) adalah
suatu bentuk komunikasi "kuno". Caranya dengan menempatkan sebuah surat
atau pesan singkat di dalam sebuah tabung kedap air (bisa drum, botol
kaca, botol plastik atau kontainer khusus) dan dihanyutkan ke laut atau
samudera. Biasanya pesan tersebut tidak ditujukan kepada alamat
tertentu, karena sifatnya yang memang bisa mencapai wilayah mana saja
tergantung arus laut. Karena itu, penggunaan pesan dalam botol biasanya
dilakukan dalam keadaan darurat seperti pesan permintaan tolong yang
dilakukan kapal tenggelam, kapal rusak, atau orang yang terdampar di
pulau terpencil.
Namun karena ketidakefektifan
dan terkesan "untung-untungan", pengiriman pesan dalam botol ini pun
akhirnya tidak termasuk dalam sistem pengiriman pesan formal. Namun
masih banyak orang hingga kini yang memakainya sebagai bagian dari
hiburan, kesenangan dan permainan. Bahkan istilah pesan dalam botol juga
sudah mengalami perubahan makna. Bukan lagi pesan yang benar-benar
disimpan dalam botol, tapi sudah mengandung frase (pengertian) mengenai
sebuah pesan yang disampaikan lewat media, khusus dengan target tak
terarah.
Botol memang sebuah wadah yang
tepat untuk kondisi lautan. Sifat bahan pembuatnya yang dari kaca,
menyebabkan botol tidak terkena erosi air, kerusakan akibat air asin dan
sangat sulit diurai. Selain itu, botol tertutup rapat akan kedap air
dan berisi udara di dalamnya yang memungkinkan terapung dalam waktu
lama. Karena sifatnya yang mengapung, botol akan mengikuti arah angin
dan arus laut, hingga berhenti saat terhempar ke pantai dan daratan.
Dalam sejarah, catatan pertama
penggunaan pesan dalam botol telah dilakukan pada tahun 310 SM oleh
filsuf Yunani kuno Theophrastus, sebagai bagian dari eksperimen arus
laut untuk memperlihatkan bahwa Laut Mediterania adalah satu aliran
dengan Samudera Atlantik.
Lalu catatan lain juga membukukan bahwa Christopher Colombus (1451-1506) sang
penjelajah dan penemu Benua Amerika (New World) menggunakan pesan dalam
botol saat armada kapalnya dihantam sejumlah badai lautan. Ia
memasukkan laporan singkat catatan perjalanannya dan pesan khusus untuk
Ratu Spanyol ke dalam sebuah drum, lalu melemparkannya ke laut. Ia
berharap agar pesan itu bisa diterima, walaupun ia tak selamat dari
amukan badai.
Lantas di abad 16, Angkatan Laut
Inggris menggunakan pesan dalam botol untuk memberi informasi kepada
sesama armada kapal Inggris. Pesan itu memuat informasi intelijen
penting mengenai posisi musuh dan keadaan perairan. Namun karena
seringkali nelayan menemukan botol pesan itu lalu membukanya, pesan
intelijen pun bocor.
Ratu Elizabeth I yang murka
karena data intelijen sering dibuka dan akhirnya diketahui publik,
kemudian menetapkan aturan khusus bahwa pesan dalam botol milik Angkatan
Laut Inggris dan Kerajan Inggris tidak boleh dibuka sembarangan,
kecuali oleh pejabat khusus pembuka pesan kerajaan "Uncorker of Ocean Bottles". Pelanggaran terhadap perintah ini diancam hukuman mati.
Penggunaan pesan dalam botol
dalam catatan paling modern dilakukan oleh "manusia perahu" pada Mei
2005. Sejumlah 88 perahu kaum migran ini diselamatkan dari lepas pantai
Costa Rica setelah otoritas terdekat menemukan pesan dalam botol dari
sebuah kapal nelayan yang merapat. Pesan dalam botol itu ternyata
diikatkan oleh konvoi kapal-kapal pengungsi itu ke sebuah kapal nelayan
yang melintas di dekat mereka. Isinya pesan singkat SOS memohon mereka
diselamatkan.
Ada satu kisah romantis yang
tetap dikenang tentang pesan dalam botol. Kisah tentang sepasang anak
manusia yang mulanya terpisah ribuan mil oleh lautan, namun akhirnya
bersatu dalam ikatan cinta sejati. Perjodohan yang dibawa sebuah pesan
dalam botol.
Adalah Ake Viking, seorang
pelaut Swedia yang merasa sangat kesepian. Ia bekerja di sebuah kapal
pesiar yang senantiasa mengarungi belahan dunia. Karena pekerjaannya di
atas kapal, ia tak sempat bersosialisasi dengan kehidupan di daratan.
Pada tahun 1956, ia mencurahkan
kerinduannya dalam sebuah surat. Dalam pesannya ia berharap akan
menemukan seorang gadis pujaan hati untuk dipersunting sebagai istrinya.
Ia meminta siapa saja wanita muda yang menemukan pesan itu agar
membalas suratnya. Dengan untung-untungan pun ia memasukkan pesan itu ke
dalam sebuah botol anggur bekas dan melemparnya ke tengah lautan.
Berbulan-bulan kemudian, seorang
nelayan tua di Sisilia (Itali) menemukan pesan itu tersangkut di
jalanya. Ia kemudian membuka botol itu dan membaca surat di dalamnya. Si
nelayan membawa pulang pesan dalam botol itu dan dengan bercanda
menunjukkan surat tersebut kepada putrinya, Paolina. Tergelitik
keisengan dan rasa penasaran serta merasa bahwa ini semacam permainan
yang mengasyikkan, Paolina membalas surat tersebut ke alamat perusahan
kapal pesiar tersebut.
Dalam
bulan-bulan berikutnya suratnya berbalas, Ake Viking dan Paolina
kemudian terlibat intens dalam surat menyurat tanpa pernah bertemu.
Obrolan korespondensi menjurus hal-hal romantis dan hubungan mereka
semakin menghangat.
Dua tahun kemudian, Ake Viking
mengambil cuti mengunjungi Paolina di Sisilia. Jodoh pun terpaut dan Ake
Viking berjanji untuk kembali lagi. Pada musim gugur 1958, Ake Viking
kembali ke Sisilia dan melamar Paolina pada pertemuan kedua mereka.
Kedua sejoli ini pun akhirnya menikah di tahun itu juga. Wah!
Kisah-kisah Pesan Dalam Botol
Banyak
fakta yang berhubungan erat dengan pesan dalam botol. Kisahnya berbau
sains, misteri dan romantisme… namun memang sarat nuansa humanis. Hanya
berawal dari sebuah pesan dalam botol!
Satu kisah nyata memilukan yang
misterius berasal dari catatan Chunosuke Matsuyama. Ia adalah seorang
pelaut Jepang yang menjadi korban kapal karam bersama 44 krunya di tahun
1784. Dalam pelayaran, kapal mereka dihantam badai dan karam di lautan
Pasifik. Matsuyama dan sejumlah krunya yang selamat terdampar di sebuah
pulau karang terpencil di Pasifik.
Setengah putus asa melihat
rekannya satu persatu tewas kelaparan, Matsuyama menuliskan tragedi yang
menimpa mereka di atas sebuah kulit kayu lalu memasukkannya ke sebuah
botol. Setelah menyegel botol agar kedap air, ia melemparkannya ke
lautan.
Kira-kira 150 tahun kemudian di
tahun 1934, pesan dalam botol yang dituliskan Matsuyama tersapu ombak
dan mendarat di pantai berpasir di desa kelahirannya. Tak ada penjelasan
yang bisa menjawab bagaimana pesan itu bisa sampai di desa kelahiran
Matsuyama?
Pesan dari Medan Perang
Keanehan
lain datang dari medan pertempuran Perang Dunia I. Saat berlayar
melintasi Selat Inggris (English Channel) menuju front tempur (1914),
seorang prajurit infantri Inggris Thomas Hughes yang didera kerinduan
pulang ke rumah menulis sebuah surat untuk istrinya. Surat itu
dimasukkannya ke dalam sebuah botol kedap air dan dilemparnya ke lautan.
Dua hari kemudian konvoi kapal mereka diserang dan Thomas Hughes
dilaporkan tewas dalam pertempuran itu.
Delapan puluh lima tahun
kemudian di bulan Maret 1999, seorang nelayan menemukan sebuah botol tua
yang berisi pesan dari muara Sungai Thames. Ia membaca pesan tersebut
lalu menempuh perjalanan ke Auckland, Selandia Baru untuk mengantarkan
surat itu secara langsung kepada putri Hughes. Putri Hughes berusia 86
tahun itu sangat terharu. Ini adalah satu-satunya surat yang pernah
diterimanya dari sang ayah, seumur hidupnya.
Kisah lain berasal dari dua
tentara Australia di masa PD I. Dalam perjalanan menuju front tempur di
Prancis, mereka sepakat membuat surat untuk ibunya. Mereka memasukkan
surat tersebut ke dalam botol dan melarungnya ke laut.
Kedua tentara ini dilaporkan
tewas dalam pertempuran di Prancis. Namun pesan dalam botol itu
ditemukan 37 tahun kemudian. Botol itu terdampar di pantai Pulau
Tasmania pada tahun 1953. Surat itu diantarkan kepada kedua ibu serdadu
itu dan mengenalinya sebagai tulisan tangan asli anaknya.
Pesan lain muncul dari sebuah
botol yang lolos dari medan perang Eropa-Afrika. Sebuah pesan dalam
botol ditemukan dari pantai Maine AS, 1944. Pesan itu berisi laporan
singkat: "Our ship is sinking. SOS didn't do any good. Think it's the
end. Maybe this message will get to the US some day" (Kapal kami
tenggelam. SOS tidak berbalas. Kami habis. Mungkin suatu saat nanti,
pesan ini akan mencapai Amerika Serikat).
USS Beatty (DD-640) |
Setelah diteliti, ternyata pesan
itu berasal dari kapal Perusak USS Beatty (DD-640), yang dihantam
torpedo armada Jerman di laut wilayah barat, laut Afrika dan karam tak
jauh dari selat Gibraltar pada 6 November 1943 saat Perang Dunia II.
Sebuah Penyelamatan
Tak
selamanya pesan dalam botol terlambat tiba. Akibat sebuah pesan dalam
botol, sekelompok pelaku pemberontak di atas kapal (mutiny) ternyata
berhasil ditangkap. Kejadiannya bertahun 1875.
Di atas kapal layar bertiang
tiga (bark) Lennie milik Canada, terjadi pemberontakan seluruh kru
terhadap sejumlah perwira kapal. Kapal tersebut diambil alih dan
menyisakan seorang perwira rendah yang memahami navigasi dan sistem
kemudi kapal. Ia mengarahkan kapal menuju perairan Prancis dan
mengatakan pada para pemberontak bahwa mereka berada di wilayah Spanyol.
Saat itu si juru mudi melemparkan sejumlah pesan dalam botol tentang
tragedi di atas kapal.
Ternyata salah satu pesan dalam
botol ditemukan otoritas Prancis dan langsung meresponnya. Masih
berlayar di perairan Prancis, kapal tersebut dihentikan Angkatan Laut
Prancis dan seluruh kru yang memberontak ditangkap. Para pemberontak
heran, mengapa aksi pemberontakan mereka bisa diketahui otoritas
Prancis. Kekuatan sebuah pesan dalam botol.
Pesan "Ilmiah" dalam Botol
Berawal
dari kebiasaan mengirimkan pesan dalam botol, akhirnya sebuah temuan
ilmiah terjadi. Yaitu pemetaan aliran arus teluk dan peta arus laut
(Gulf Stream Map) oleh Benjamin Franklin. Ia yang pertama kali
melakukan pemetaan aliran arus teluk yang melengkapi peta arus laut
yang dasarnya dipakai hingga kini.
Sejumlah percobaan telah dilakukan dan menyimpulkan bahwa sangat sulit memprediksi arah hanyut sebuah botol di laut lepas.
Ada percobaan menggunakan dua
botol dilarungkan ke laut secara bersamaan dari lepas pantai Brazil.
Botol pertama hanyut selama 130 hari dan ditemukan di pantai Afrika.
Botol yang lain hanyut ke arah barat laut selama 190 hari dan terdampar
di Nikaragua.
Penelitian lain, membuktikan
bahwa arah botol yang terapung di laut tergantung pada kecepatan angin
dan arus laut. Bisa saja botol tersebut terapung-apung mengikuti arah
angin, meniupnya seiring gelombang air. Atau terseret arus teluk dan
arus laut yang membawanya dengan kecepatan 4 knot sejauh 100 mil per
hari.
Perjalanan botol terjauh dan
terlama dalam eksperimen adalah botol yang dijuluki Flying Dutchman
(namanya sesuai legenda tua kapal hantu yang terapung di laut lepas).
Dilemparkan pertama kali dalam ekspedisi ilmiah ilmuwan Jerman pada 1929
di wilayah selatan Laut Hindia. Di dalamnya ada pesan singkat yang
memohon penemu botol itu agar menuliskan lokasi ditemukan botol itu dan
kemudian melemparnya kembali ke laut.
Eksperimen si Jerman membuktikan
bahwa botol pesan itu melambung ke Amerika Selatan melintasi Atlantik,
lalu kembali ke Samudera Hindia dan terdampar di perairan Barat
Australia pada 1935. Tercatat bahwa botol itu mengarungi samudera
sejauh 16.000 mil selama 2.447 hari (sekitar 6,5 tahun) dengan kecepatan
jelajah rata-rata 6 mil laut perhari.
Temuan paling penting dilakukan
Benjamin Franklin. Ketika dia menjabat sebagai kepala kantor pos Inggris
untuk koloni Amerika, ia menyadari bahwa para kapten kapal penangkap
paus mengetahui arus laut lebih baik ketimbang mitranya dari Inggris.
Kapal-kapal Amerika menyeberangi Laut Atlantik jauh lebih cepat
dibandingkan kapal-kapal Inggris untuk mengantarkan paket pos. Ia pun
menyusun sebuah peta berdasarkan pengetahuan para pelaut penangkap paus
dan informasi yang diperolehnya dengan menjatuhkan sejumlah botol
dengan instruksi tertulis ke dalam arus teluk laut (gulf stream) dan
meminta siapa-siapa yang menemukanya untuk mengembalikan botol-botol
tersebut.
Berdasarkan semua informasi itu,
ia pun mengaplikasikannya menjadi sebuah peta arus laut. Ia pun menjadi
pencipta peta Gulf Stream pertama dan menerbitkannya tahun 1770 bersama
rekannya, kapten kapal penangkap paus Timothy Folger. Kopian peta
tersebut sempat hilang selama hampir 200 tahun hingga akhirnya ditemukan
di Prancis.
http://www.harian-global.com/comment.php?comment.news.15197
No comments:
Post a Comment