Posted by Unknown at 5:33 AM
Read our previous post
Salah satu perusahaan pelat merah yaitu PT INTI pernah memproduksi ponsel dan tablet bermerek IMO. Dalam produksi ponsel, PT INTI bekerjasama dengan IMO dan hanya bertahan satu tahun yaitu dari tahun 2011 hingga 2012. PT INTI tidak dapat bersaing dengan ponsel impor yang hampir semua masyarakat menggunakannya.
Direktur Utama PT INTI, Tikno Sutisna mengakui sangat berat bersaing di dalam negeri sendiri. Apalagi membuat merek atau branding sendiri. Padahal perusahaan pelat merah tersebut mampu memproduksi ponsel dan sudah mempunyai mesin peralatan ponsel
"Kami dari awal sudah produksi telepon, mulai dari telepon koin, telepon rumah, hingga telepon mobil. Dan yang paling canggih yang terakhir ya IMO itu," kata Tikno ketika ditemui merdeka.com di Kantornya di bilangan Kuningan, Jakarta.
Tikno bercerita mengenai perusahaannya yang dulu sempat menjadi perusahaan pertama di Indonesia dalam memproduksi telepon mobil. Telepon mobil yang menggunakan teknologi wireless ini menjadi alat komunikasi canggih di zamannya itu sekitar tahun 1970-an.
Namun telepon mobil ini seolah sirna ditelan waktu karena kalah bersaing dengan teknologi canggih saat ini. Tidak hanya itu, telepon koin dan telepon rumah yang diproduksinya juga sudah minim digunakan oleh masyarakat. Terakhir ponsel IMO yang diproduksinya juga harus gulung tikar baru baru ini.
Merdeka.com mencoba merangkum keluhan Tikno yang membuat produksi ponsel anak bangsa yang keok bersaing di negeri sendiri.
1. Aturan impor yang merugikan
Berhentinya PT INTI memproduksi ponsel ternyata menarik perhatian Menteri BUMN Dahlan Iskan. Dahlan prihatin melihat kondisi PT INTI yang tidak bisa bersaing karena lilitan pajak yang cukup tinggi.
Menurut Dahlan, pemerintah terkesan memberi perlakuan yang berbeda antara produk luar negeri dengan dalam negeri. Untuk produksi ponsel dalam negeri, perusahaan dikenakan pajak impor komponen ponsel. Sedangkan untuk impor ponsel utuh tidak dikenakan pajak impor.
Jadi orang impor ponsel dengan bungkus dan kartonnya sekalian tanpa pajak. Sementara kalau mau bikin ponsel di dalam negeri, impor suku cadang pakai pajak. Pasti itu tidak bisa bersaing, terang Dahlan beberapa waktu lalu.
Direktur Utama PT INTI, Tikno Sutisna mengakui kebijakan impor ini membuat ponsel ciptaannya tidak kuat bersaing di pasar. Apalagi untuk membuat ponsel di dalam negeri membutuhkan komponen impor sebesar 70 persen. Jika terus dipaksakan maka harga ponsel tersebut menjadi mahal dan kalah dengan ponsel impor yang murah.
Kalau tidak disupport dan dilakukan sendiri harganya jadi mahal, katanya.
2. Ekosistem bisnis seperti telur dan ayam
Masalah selanjutnya yang membuat ponsel buatan anak bangsa tidak kuat bersaing dalam negeri adalah ekosistem bisnis ponsel. Menurut Tikno masalah ekosistem bisnis ponsel di Indonesia saat ini seperti telur dan ayam. Produsen ponsel sangat bergantung pada perusahaan design, maupun konten. Di sisi lain perusahaan design sangat bergantung pada produsen ponsel. Dari kedua ini tidak ada yang memulai duluan.
Punya design sendiri tentu jangka panjang kita harus mampu. Ekosistem harus tercipta masing masing ke bidangnya dan efisiensi. Misalnya ada perusahaan spesialis design kami produksi. Sehingga value change kompetitif, katanya.
Suasana bisnis yang saling mendukung harus diciptakan agar ponsel buatan anak negeri bisa bersaing dari sisi teknologi. Rantai nilai dari setiap produksi harus didukung sehingga menciptakan produk yang kompetitif.
Rantai ini terpengaruh oleh ekosistem. Sampai sekarang belum tercipta lingkungan industri basis elektronika IT terutama hardware di Indonesia ekosistem belum mendukung, tegasnya.
3. Tidak adanya keberpihakan pemerintah
Keberpihakan pemerintah kepada perusahaan produsen ponsel dalam negeri dinilai masih sangat kurang. Hal ini jauh berbeda dari yang diterapkan China yang mendukung penuh perusahaan mereka.
Menurut Tikno, pemerintah China banyak mengeluarkan insentif untuk pengusaha ponsel mereka. Kondisi ini berbanding terbalik dengan yang yang dilakukan pemerintah Indonesia.
Untuk produksi ponsel di Indonesia, pengusaha dikenakan pajak untuk impor bahan baku ponsel. Namun jika impor ponsel secara utuh maka tidak dikenakan pajak sama sekali.
Di China yang saya tahu dari beberapa teman teman contoh kalau dia produk mampu di ekspor mereka dapat keringanan PPn (pajak), bahkan beberapa perusahaan China jika menemukan teknologi baru dapat insentif dari pemerintah, kata Tikno
4. Tidak adanya kepastian hukum
Kepastian hukum untuk investasi pembuatan ponsel di Indonesia dinilai masih sangat lemah. Salah satu yang menjadi sorotan adalah masalah perburuhan atau ketenagakerjaan. Menurut Tikno, tenaga kerja di Indonesia lebih suka demo dibandingkan meningkatkan kualitas kerjanya.
Jaminan hukum dulu, jangan demo melulu produktifitas rendah siapa pengusaha ambil resiko. Kita pengen pekerja sejahtera tapi kita juga tidak mau perusahaan hancur. Belum lagi masalah perizinan kalau mau bikin pabrik bagaimana izinnya. UU ketenagakerjaannya. Ini terkait semua, kata Tikno.
Menurut Tikno, lemahnya kepastian hukum di Indonesia dapat dibuktikan dengan tidak maunya produsen Blackberry investasi di Indonesia beberapa waktu lalu. Walaupun pasar terbesarnya di Indonesia namun Blackberry lebih memilih Malaysia sebagai tempat investasinya.
RIM (Blackberry) yang pakai kan banyak di Indonesia, tapi kenapa mereka bangun dan investasi di Malaysia. Kenapa dia enggak mau buka di Indonesia ?, karena kepastian hukum dan segala macam itu. Ini menyangkut investor, tambahnya.
5. Perdagangan bebas
Matinya produksi ponsel dalam negeri disinyalir terjadi karena ketidaksiapan pemerintah dalam menghadapi perdagangan bebas atau WTO (World Trade Organization). Sebelum menandatangani kebijakan ini pemerintah lupa menyiapkan industri dalam negeri agar bisa bersaing dengan barang impor.
Menurut Tikno, kondisi ini jauh berbeda dengan China yang menyiapkan perusahaan lokal mereka sebelum ikut dalam perdagangan bebas. Ketidaksiapan perusahaan di Indonesia akhirnya menyebabkan Indonesia menjadi lahan empuk barang impor.
Ini karena perdagangan bebas apakah mungkin masih bisa melakukan perbaikan. China waktu menandatangani WTO itu mereka menyiapkan segala halnya, kita tidak, tutupnya.
No comments:
Post a Comment