Comments

Sunday, September 22, 2013

5 Sisi hitam jejaring sosial yang muncul sekarang ini

Posted by at 6:04 AM Read our previous post

Saat ini jejaring sosial merupakan salah satu viral yang digandrungi oleh pengguna internet baik di Indonesia maupun di setiap negara di dunia.

Walaupun para pembuat situs-situs jejaring sosial tersebut mengatakan bahwa dibuatnya website mereka itu untuk tujuan baik dan lebih untuk mempererat sesama, namun ada sisi-sisi hitam yang juga muncul dengan maraknya penggunaan jejaring sosial tersebut.

Berikut beberapa sisi negatif yang ditimbulkan oleh jejaring sosial.

1. Jejaring sosial justru buat penggunanya anti-sosial


Jejaring sosial tentunya diciptakan untuk membantu penggunanya bersosialisasi dengan mudah. Seperti jejaring Facebook dan Twitter memiliki banyak pengguna dari seluruh dunia.
Facebook dan Twitter memberi berbagai kemudahan bagi penggunanya untuk berinteraksi dengan teman-teman atau siapapun, bahkan dengan orang yang belum dikenal sebelumnya.
Dengan menggunakan jejaring sosial, Anda dapat merasakan serunya berinteraksi dengan teman-teman, teman lama, guru, serta keluarga. Berbagi cerita melalui status dan foto, Anda juga dapat saling memberikan komentar satu sama lain.
Namun, dibalik segala kemudahan yang ditawarkan, ternyata Facebook dan Twitter juga dapat menyebabkan perilaku anti sosial kepada penggunanya. Seorang yang anti sosial menunjukkan ketidakpedulian atau permusuhan kepada orang lain. Anti sosial secara formal disebut dengan Antisocial Personality Disorder.
Coba Anda amati, seberapa sering Anda melihat orang yang sedang berkumpul bersama teman-teman atau keluarga, namun mereka malah sibuk menggunakan gadget. Sampai-sampai, teman atau keluarga yang berada di sampingnya tidak dihiraukan karena asik berinteraksi dengan teman-teman di akun jejaring sosial miliknya. Tentu pemandangan seperti itu tak asing lagi bagi Anda.
Keasikan yang didapat dari jejaring sosial tersebut membuat mereka menjadi lupa akan waktu dan juga sekitarnya. Menurut survei yang dilakukan oleh Netdna-cdn.com, 24% orang kehilangan momen spesial mereka karena sibuk membagikan momen tersebut lewat jejaring sosial. Misalnya, Anda bertemu dengan sahabat lama di sebuah kafe. Tanpa sadar, Anda sibuk memainkan iPhone atau gadget untuk membagikan momen penting tersebut ke akun jejaring sosial.

2. Meningkatnya cyberbullying

Sebelum memasuki masa reformasi, kebebasan berpendapat di tempat umum begitu sulit untuk didapatkan. Setelah memasuki era demokrasi dan pesatnya perkembangan teknologi, masyarakat Indonesia seperti mendapat angin segar untuk berpendapat secara bebas.
Sayangnya kebebasan berpendapat tersebut disalah gunakan oleh sekelompok orang. Sosial media yang seharunya menjadi sarana positif untuk mengungkapkan pendapat dan curahan hati malah menjadi ajang untuk melakukan cyberbullying.
Di Indonesia sendiri, sudah banyak warga yang menjadi korban cyberbullying. Jika di Amerika atau di negara lain yang menjadi korban adalah para remaja, di Indonesia yang menjadi korban adalah tokoh masyarakat atau artis yang melakukan kesalahan.
Tanpa toleransi pelaku cyberbullying akan habis-habisan mencaci korbannya, baik melalui Twitter maupun Facebook. Salah satu contohnya adalah ketika berita perselingkuhan antara mantan pejabat Departemen Perhubungan dengan reporter televisi sedang hangat dibicarakan.
Mereka mendapat berbagai macam hujatan melalui Facebook. Seseorang memberi komentar, "Kok ya mau-maunya mau sama pria tampang begitu?" Lalu, yang lain menambahkan, "Tujuannya uanglah pasti, apa lagi?".
Contoh lain adalah ketika adanya berita penutupan sanggar senam milik Venna Melinda, muncul berbagai komentar bernada melecehkan artis sekaligus anggota dewan tersebut. Pernahkah Anda membayangkan bagaimana rasanya menerima komentar-komentar miring bernada melecehkan seperti itu?
Dampak cyberbullying terburuk adalah seperti yang dialami Yoga Cahyadi. Pria asal Yogyakarta ini melakukan tindakan nekat dengan menabrakkan diri ke kereta api pada Sabtu 26 Mei 2013. Pria yang akrab disapa Bobby ini melakukan tindakan nekat tersebut karena tekanan dan hujatan akibat gagalnya acara musik Locstock Fest 2.
Sebagai ketua Event Organizer acara tersebut, Yoga dianggap sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas gagalnya acara tersebut. Dia menerima berbagai cacian di akun Twitter miliknya. Dalam kicauan terakhirnya, Yoga menuliskan "Trimakasih atas sgala caci maki @locstockfest2..ini gerakan..gerakan menuju Tuhan..salam".
Ironisnya, banyak para pengguna jejaring sosial yang menganggap cyberbullying sebagai tindakan yang menyenangkan. Akankah tetap menjadi menyenangkan jika Anda, atau orang terdekat Anda yang menjadi korban?

3. Menimbulkan kecanduan

Jejaring sosial Facebook telah bertansformasi menjadi jejaring sosial yang terbesar di dunia. Banyak yang merasakan dampak positif dari Facebook, namun bagi sebagian orang, situs tersebut telah menjadi candu sampai melupakan segalanya.

Saat ini banyak fenomena yang menunjukkan jika tidak sedikit pula pengguna Facebook yang menganggap dunia maya khususnya jejaring sosial Facebook lebih mengasyikkan daripada dunia nyata.

Ketika pengguna Facebook telah menganggap jika dunia Facebook lebih menyenangkan dibanding dengan kehidupan nyata mereka, maka salah satu gejala yang terlihat adalah tidak terlepasnya akun Facebook disetiap waktu dengan cara mengecek akun Facebook terlebih halaman dinding dan kolom notifikasi sesering mungkin bahkan tiap menitnya. 

Dilansir CNN (28/03), sebuah penelitian dilakukan oleh IDC (27/3) untuk menghitung seberapa sering pengguna Facebook mengecek akun mereka dalam satu hari. Dari hasil penelitian tersebut, terkuak fakta bahwa rata-rata para pengguna smartphone tersebut memeriksa akun Facebook mereka sebanyak 14 kali setiap harinya. Setiap kali memeriksa akun Facebook tersebut, tiap orang rata-rata menghabiskan waktu sekitar 2 menit.

Kecanduan akan jejaring sosial Facebook ini bukan tidak menimbulkan efek apa-apa. Menurut penelitian beberapa psikolog, kecanduan Facebook ternyata dapat membuat psikologis penggunanya sedikit terganggu.

Data dari Mashable (03/11) melaporkan jika pengguna Facebook yang mengakses akun Facebooknya secara rutin sampai timbul rasa kecanduan, memiliki risiko jika kemungkinan di kemudian hari sisi psikologis pengguna tersebut akan terganggu.

Dalam data tersebut, terganggunya sisi psikologis pecandu Facebook ini terkait dengan reaksi hormon Dopamine. Dopamine ini adalah senyawa kimia dalam tubuh yang dapat merangsang rasa suka, gembira, tenang seperti halnya ketika pecandu obat atau morfin mengonsumsi barang tersebut.

Untuk masalah sosial atau pribadi saja, bagi seorang yang sudah menjadi seorang pecandu Facebook, ketika dia mendapatkan banyak notifikasi, maka secara otomatis dopamine dalam tubuhnya akan bereaksi.

Sebagai contoh, apabila dalam satu hari dia tidak mendapatkan notifikasi dari seorang pun dalam friendlist di kolom atas Facebooknya, maka perasaan resah dari si pengguna Facebook yang sudah kepalang kecanduan akan bereaksi.

Menurut pakar, apabila tingkatan penggunanya sudah mencapai tahap addict maka sulit untuk menghilangkan tingkat kecanduan tersebut. Dibutuhkan proses dan waktu yang cukup lama untuk menyembuhkannya.

Selain itu, dampak lain dari kecanduan Facebook oleh penggunanya adalah kurangnya interaksi pengguna tersebut dengan lingkungan sekitarnya. Sehingga ketika dihadapkan ke dunia nyata, maka beberapa bagian dari otaknya tidak dapat berjalan seperti sebelum dia mempunyai account Facebook.

Kebanyakan mereka akan sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan baru, kurang biasa mengeluarkan pendapat atau ngobrol dengan orang lain, kesulitan mengontrol emosi dan beberapa lainnya.

Sebenarnya, Facebook sendiri diciptakan oleh Mark Zuckerberg sebagai jejaring sosial yang sarat akan nilai positif contohnya sebagai media untuk menjalin silaturahmi. Namun seiring dengan berjalannya waktu, banyak pengguna yang justru kecanduan akan jejaring sosial tersebut.

Sebenarnya, kecanduan yang ditunjukkan dengan intens nya pengguna mengakses akun mereka di setiap waktunya bisa saja tidak berdampak begitu buruk ketika pengguna tersebut bisa mengimbanginya dengan aktif di dunia nyata secara bersamaan.

Dampak positif atau negatif dari Facebook sendiri sebenarnya tergantung pada pribadi masing-masing penggunanya. Jadi sebagai pengguna Facebook, alangkah baiknya jika Anda menggunakan jejaring sosial ini dengan sebijaksana mungkin.

4. Memicu tindakan kriminal

Dengan miliaran pengguna yang tersebar di seluruh dunia, Facebook bagaikan rumah bagi siapa saja. Pun bagi mereka yang ingin melakukan tindak kejahatan.
Seperti yang dilansir oleh Daily Mail (4/6/2012), pada tahun lalu saja, sudah terjadi angka kriminal sebesar 12,3 ribu kasus di dunia dengan menggunakan Facebook. Angka ini sendiri dipastikan meningkat di tahun ini.
Kita ambil contoh saja di Indonesia. Seperti yang telah diberitakan kemarin, Facebook baru saja digunakan sebagai media penipuan oleh salah seorang mantan pesepakbola asing.
Penipuan ini dimulai dari perkenalan otak pelaku, Papson (DPO) yang mengaku bernama Ivan Smith dengan dengan Pdt Dame Saulina Lumban Gaol di jejaring sosial Facebook. Saat itu, Ivan mengaku sebagai tentara Inggris yang bertugas di Irak.
Dengan berbagai rayuannya kepada sang Pendeta, pelaku akhirnya berhasil meraup uang ratusan juta rupiah. Untungnya kejahatan ini terendus dan bisa diciduk oleh polisi.
Selain penipuan, masih banyak tindakan kriminal lainnya yang terjadi di Facebook seperti penculikan, pencabulan, hingga pemerkosaan. Bahkan, tindakan ini tergolong keji karena sering melibatkan anak dan remaja di bawah umur sebagai korbannya.
Di Inggris, Professor Andy Phippen dari Plymouth University menemukan data statistik bahwa hampir 40 persen korban tindak kriminal menggunakan Facebook adalah pelajar dan mereka semua menjadi korban karena tipu daya sang pelaku yang menggunakan layanan Facebook.
Dari penelitian tersebut, diketahui jarang ada korban yang berusia di bawah 13 tahun. Hal ini dikarenakan peraturan yang dibuat Facebook. Situs jejaring sosial satu ini memang memberikan peraturan khusus kepada siapa saja yang ingin menggunakan layanan mereka harus minimal berusia 13 tahun ke atas.
Sebagian besar dari para pelaku sendiri memanfaatkan kelengahan korban di jejaring sosial, yaitu sikap tidak waspada dan kepolosan mereka. Padahal, hal ini yang seharusnya tak boleh ditunjukkan di dunia maya.
Jika dicermati, hal ini tentunya sangat ironis. Padahal, Zuckerberg dulu bercita-cita mendirikan Facebook untuk mewadahi kebutuhan komunikasi penggunanya, bukan menyuburkan kejahatan.
Namun, hal ini rupanya memang dipandang sebagai lahan empuk bagi para pelaku kejahatan. Dengan berbagai modus, mereka pun bisa memilih sendiri korban mana yang akan dieksekusi dengan mudah.

5. Memudahkan perselingkuhan

Memang segala aksi akan memunculkan sebuah reaksi walaupun terkadang negatif. Begitu pula perselingkuhan. Berikut ini adalah cara untuk mengidentifikasi pasangan yang melakukan perselingkuhan secara virtual atau online.

Dalam sebuah buku yang ditulis oleh Sheri Meyers, Psy. D, berjudul Chatting or Cheating (2012), menjelaskan bahwa ada banyak cara yang dapat dilakukan seseorang untuk mengelabui pasangannya khususnya untuk dapat melakukan perselingkuhan. 

Memang, walaupun sebelum tumbuh pesatnya teknologi seperti sekarang ini, perselingkuhan tetap saja terjadi dan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Namun, ditambah dengan kemajuan teknologi, segala hal dapat dilakukan dengan mudah bahkan untuk aktivitas selingkuh ini.

Berselingkuh secara online atau virtual memang lebih mudah dilakukan dibandingkan secara nyata, karena dapat dilakukan menggunakan perangkat portable seperti smartphone atau sejenisnya.

So, apa saja sarana dan tanda pasangan memiliki selingkuhan dengan manfaatkan teknologi sekarang ini?

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
© Aris Wildan is powered by Blogger - Template designed by Stramaxon(enhanced by aris wildan) - Best SEO Template