Posted by Unknown at 4:48 AM
Read our previous post
Tempat lokalisasi di mana para hidung belang melampiaskan syahwat hampir
ada di setiap kota. Bertahun-tahun beroperasi seolah pemerintah
setempat hanya tutup mata saja.Namun, belakang ini pemerintah daerah mulai tegas dan berani untuk menutup tempat esek-esek itu. Dalam waktu dekat, yang akan ditutup adalah kawasan prostitusi terbesar di Asia Tenggara yaitu Dolly di Surabaya, Jawa Timur.
Berikut 4 lokalisasi yang sudah mati.
1. Kramat Tunggak, Jakarta
Dulu di Jakarta sempat ada
lokalisasi yang biasa dikenal dengan nama Kramat Tunggak. Area
lokalisasi yang tepat berada di Koja, Jakarta Utara itu mulai populer
sejak Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin menetapkannya sebagai Lokasi
Resosialisasi (Lokres) Pekerja Seks Komersil (PSK) dengan dikeluarkannya
SK Gubernur DKI Jakarta No. Ca. 7/1/13/1970.
Kini lokalisasi Kramat Tunggak telah berubah menjadi kawasan ibadah Jakarta Islamic Center (JIC), sejak ditutup pada akhir 2009 oleh Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso .
Penutupan area lokalisasi yang kabarnya terbesar di Asia Tenggara itu dilakukan Sutiyoso atas desakan para ulama dan masyarakat. Desakan itu kemudian ditindaklanjuti Dinas Sosial DKI Jakarta yang bekerjasama dengan Universitas Indonesia, dengan melakukan sebuah penelitian yang menghasilkan rekomendasi penutupan tempat tersebut. Pasalnya, lokalisasi Kramat Tunggak dinilai telah menimbulkan penyakit masyarakat.
Saritem merupakan tempat prostitusi yang ada di kota Bandung Jawa Barat. Tempat ini berdiri jauh sebelum Indonesia merdeka, sehingga kultur yang terbentuk di dalamnya sudah sangat pekat dan sulit untuk dihilangkan.
Saritem dikenal hingga ke pelosok negeri, malahan hingga dikenal ke mancanegara. Banyak di antara pengunjungnya merupakan warga asing, sehingga dapat diperkirakan penyebaran akan penyakit menular sangat beresiko di tempat ini.
Namun, akhirnya sejumlah rumah di lokalisasi Saritem, yang biasa digunakan PSK melayani pria hidung belang, dalam waktu relatif singkat, berhasil disegel aparat tim operasi gabungan Satpol PP, TNI dan Polri, pada April 2007 silam.
Operasi penertiban yang disambut aksi damai dalam bentuk pasang poster dan baca puisi, tidak ditemukan satu pun PSK maupun mucikarinya. Aparat yang dibagi dalam 10 unit kecil lengkap (UKL), berhasil menyegel 82 rumah yang sebagian besar sudah kosong ditinggalkan penghuninya. Berdasarkan data terakhir, di kawasan ini terdapat 205 mucikari, 428 calo atau perantara, 451 PSK tersebar di 75 rumah. Sehingga penyegelan akan terus dilanjut, karena tidak menutup kemungkinan, masih ada yang terlewat.
Kini lokalisasi Kramat Tunggak telah berubah menjadi kawasan ibadah Jakarta Islamic Center (JIC), sejak ditutup pada akhir 2009 oleh Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso .
Penutupan area lokalisasi yang kabarnya terbesar di Asia Tenggara itu dilakukan Sutiyoso atas desakan para ulama dan masyarakat. Desakan itu kemudian ditindaklanjuti Dinas Sosial DKI Jakarta yang bekerjasama dengan Universitas Indonesia, dengan melakukan sebuah penelitian yang menghasilkan rekomendasi penutupan tempat tersebut. Pasalnya, lokalisasi Kramat Tunggak dinilai telah menimbulkan penyakit masyarakat.
2. Saritem, Bandung
Saritem merupakan tempat prostitusi yang ada di kota Bandung Jawa Barat. Tempat ini berdiri jauh sebelum Indonesia merdeka, sehingga kultur yang terbentuk di dalamnya sudah sangat pekat dan sulit untuk dihilangkan.
Saritem dikenal hingga ke pelosok negeri, malahan hingga dikenal ke mancanegara. Banyak di antara pengunjungnya merupakan warga asing, sehingga dapat diperkirakan penyebaran akan penyakit menular sangat beresiko di tempat ini.
Namun, akhirnya sejumlah rumah di lokalisasi Saritem, yang biasa digunakan PSK melayani pria hidung belang, dalam waktu relatif singkat, berhasil disegel aparat tim operasi gabungan Satpol PP, TNI dan Polri, pada April 2007 silam.
Operasi penertiban yang disambut aksi damai dalam bentuk pasang poster dan baca puisi, tidak ditemukan satu pun PSK maupun mucikarinya. Aparat yang dibagi dalam 10 unit kecil lengkap (UKL), berhasil menyegel 82 rumah yang sebagian besar sudah kosong ditinggalkan penghuninya. Berdasarkan data terakhir, di kawasan ini terdapat 205 mucikari, 428 calo atau perantara, 451 PSK tersebar di 75 rumah. Sehingga penyegelan akan terus dilanjut, karena tidak menutup kemungkinan, masih ada yang terlewat.
3. Giwangan, Yogyakarta
Giwangan merupakan tempat
prostitusi di kawasan Yogyakarta yang mangkal di angkringan. Angkringan
menjadi semacam etalase bagi para pekerja seks.
Ada pengunjung yang sekadar mampir. Ada pula yang menawar hingga terjadi kesepakatan harga. "Tawar menawar dimulai di angkringan. Pelanggan mulai dari anak SMP, mahasiswa, hingga orang-orang tua," tutur Layu (nama samaran), pada akhir 2012 lalu.
Di kawasan itu ada yang namanya komunitas bagi para PSK yaitu 'Surti Berdaya'. Surti Berdaya menurutnya berarti ngisor jati jaya. "Kami namakan Surti Berdaya karena anggota kami ingin berdaya hingga meraih kesuksesan, katanya.
Di kawasan Giwangan terdapat 200 pekerja seks dengan umur rata-rata 25-50 tahun. Setiap malam, mereka menyebar di kawasan jalan lingkar Utara dan Selatan sekitar terminal.
Kini, kawasan tersebut telah ditutup dan diubah menjadi terminal bus Giwangan.
Upaya Pemkot Surabaya mengubah kawasan lokalisasi Bangunsari menjadi kawasan rumah tangga mendapat dukungan dari tokoh masyarakat di kawasan tersebut. Dinas Sosial Surabaya, memberikan apresiasi kepada Siwoto pemilik tiga wisma yang peruntukannya menjadi rumah tangga.
Menurut Kepala Dinas Sosial, Supomo, langkah Siswoto bisa menjadi contoh bagi warga pemilik wisma untuk mengubah bangunannya menjadi rumah tinggal. Tak hanya itu, Pemkot juga memulangkan delapan pekerja seks komersial (PSK) yang bekerja di lokalisasi Bangunsari.
Satu PSK yang dipulangkan merupakan warga Surabaya. Sedangkan sisanya berasal dari kota/kabupaten di Jawa Timur.
Dalam kesempatan itu, juga diberikan bantuan modal usaha sebesar Rp 3 juta dan perlengkapan shalat kepada PSK yang mau dipulangkan. Data terbaru, jumlah PSK sebelum dipulangkan 213 dan sekarang tinggal 162 PSK yang masih bekerja.
Ada pengunjung yang sekadar mampir. Ada pula yang menawar hingga terjadi kesepakatan harga. "Tawar menawar dimulai di angkringan. Pelanggan mulai dari anak SMP, mahasiswa, hingga orang-orang tua," tutur Layu (nama samaran), pada akhir 2012 lalu.
Di kawasan itu ada yang namanya komunitas bagi para PSK yaitu 'Surti Berdaya'. Surti Berdaya menurutnya berarti ngisor jati jaya. "Kami namakan Surti Berdaya karena anggota kami ingin berdaya hingga meraih kesuksesan, katanya.
Di kawasan Giwangan terdapat 200 pekerja seks dengan umur rata-rata 25-50 tahun. Setiap malam, mereka menyebar di kawasan jalan lingkar Utara dan Selatan sekitar terminal.
Kini, kawasan tersebut telah ditutup dan diubah menjadi terminal bus Giwangan.
4. Dupak Bangunsari, Surabaya
Komitmen Pemerintah Kota Surabaya untuk mengubah kawasan lokalisasi di Surabaya menjadi kawasan rumah tangga, bukan isapan jempol belaka. Pada Oktober 2012 silam, Pemkot Surabaya menutup tiga wisma di kawasan lokalisasi Dupak Bangunsari, Kelurahan Dupak, Kecamatan Krembangan.
Upaya Pemkot Surabaya mengubah kawasan lokalisasi Bangunsari menjadi kawasan rumah tangga mendapat dukungan dari tokoh masyarakat di kawasan tersebut. Dinas Sosial Surabaya, memberikan apresiasi kepada Siwoto pemilik tiga wisma yang peruntukannya menjadi rumah tangga.
Menurut Kepala Dinas Sosial, Supomo, langkah Siswoto bisa menjadi contoh bagi warga pemilik wisma untuk mengubah bangunannya menjadi rumah tinggal. Tak hanya itu, Pemkot juga memulangkan delapan pekerja seks komersial (PSK) yang bekerja di lokalisasi Bangunsari.
Satu PSK yang dipulangkan merupakan warga Surabaya. Sedangkan sisanya berasal dari kota/kabupaten di Jawa Timur.
Dalam kesempatan itu, juga diberikan bantuan modal usaha sebesar Rp 3 juta dan perlengkapan shalat kepada PSK yang mau dipulangkan. Data terbaru, jumlah PSK sebelum dipulangkan 213 dan sekarang tinggal 162 PSK yang masih bekerja.
No comments:
Post a Comment