Posted by Unknown at 6:59 AM
Read our previous post
Selama ini kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) telah banyak terjadi pada wanita. Meski pria juga bisa mengalami KDRT, namun 95 persen kasus dilakukan oleh pria pada wanita. Walaupun begitu, banyak wanita yang menjadi korban KDRT tak mau bercerai dengan suami mereka.
Mengapa banyak wanita yang tak mau meninggalkan suami mereka meski telah mengalami siksaan dan KDRT yang bertubi-tubi? Berikut beberapa alasannya, seperti dilansir oleh Care2
1. Kurang dukungan sosial
Salah satu alasan wanita tak berani melapor dan tetap bertahan adalah
dia merasa tak memiliki dukungan sosial. Pria yang melakukan kekerasan
pada istri biasanya mengisolasinya dari pergaulan sehingga dia tak bisa
bertemu dengan orang-orang yang bisa memberi dukungan seperti keluarga
dan teman. Terkadang korban KDRT tak mengetahui isolasi ini hingga
kekerasan terjadi dan mereka tak bisa menghubungi siapapun.
2. Kurang dana
Jika selama ini istri hidup bergantung dengan biaya dari suami, maka
akan sulit untuk melepaskan diri dari mereka. Beberapa pria yang
melakukan KDRT terkadang bahkan mengambil semua harta dari istri agar
mereka tidak macam-macam dengan uang yang dimiliki. Jika korban KDRT tak
bisa mendapat dukungan sosial serta tak memiliki uang, maka sulit
baginya untuk lepas dari suami.
3. Kurang pengalaman kerja
Kebanyakan korban KDRT adalah wanita yang berada dalam rumah
sepanjang waktu, dengan kata lain adalah ibu rumah tangga. Ini membuat
mereka kurang memiliki pengalaman kerja. Ketika ingin lepas dari suami,
mereka harus mencari pekerjaan sendiri. Mencari pekerjaan bisa jadi
sulit ketika mereka tak terbiasa melakukannya dan tak memiliki
pengalaman kerja. Terutama jika hal ini melibatkan anak-anak.
4. Hak pengasuhan anak
Pengasuhan anak bisa jadi salah satu faktor yang membuat wanita tak
bisa lepas dari suami meski menjadi korban KDRT. Menyaksikan kekerasan
dalam rumah memang bukan hal yang baik. Namun jika wanita tersebut tak
punya sumber daya untuk membawa anak mereka pergi, bisa jadi ini
satu-satunya jalan aman yang dipilih oleh wanita yang mengalami KDRT.
Keselamatan anak juga seringkali menjadi alasan bagi pelaku KDRT untuk
mengancam korbannya.
5. Takut sendirian
Tentu saja lebih baik sendirian daripada bertahan dalam pernikahan
yang menyakitkan, baik fisik maupun mental seperti yang dialami korban
KDRT. Namun ada kalanya wanita berpikir bahwa mereka tak bisa sendirian
dan tak yakin jika nantinya mereka bisa bersama dengan orang lain. Ini
bisa menjadi salah satu alasan wanita tetap bertahan dalam pernikahannya
yang penuh kekerasan.
6. Merasa bersalah
Tak jarang pelaku KDRT menggunakan taktik 'membuat merasa bersalah'
untuk membuat korban mereka menurut. Bisa saja mereka membuat alasan
bahwa sang istri sendiri yang telah menyebabkan si pelaku melakukan
kekerasan. Jika pemahaman ini terus-menerus dimasukkan dalam kepala sang
istri, maka cepat atau lambat korban KDRT itu akan merasa bersalah.
Bahkan lebih buruk, mereka bisa merasa bahwa dirinya pantas mendapatkan
perlakuan kejam tersebut.
7. Tak selalu terjadi kekerasan
Beberapa pelaku KDRT tak selalu menyiksa istri mereka setiap hari.
Terkadang ada minggu atau hari-hari ketika mereka bersikap sangat
lembut, seolah kekerasan yang dilakukan hanya ada dalam imajinasi sang
korban. Sebagai istri, yang tentu saja memiliki cinta pada suaminya,
tentu wanita mudah merasa simpati dan mulai terombang-ambing dengan
sikap suami. Sehingga pada akhirnya dia tak yakin ingin pergi dari
pernikahan tersebut ataukah bertahan. Beberapa masih memiliki harapan
bahwa sang suami bisa berubah.
8. Takut
Sebuah statistik yang cukup mengejutkan mengungkap bahwa sekitar 75
persen wanita korban KDRT terbunuh ketika mereka akan meninggalkan
hubungan mereka. Jadi takut melarikan dari hubungan semacam ini adalah
hal yang sangat logis dialami oleh wanita. Jika pergi dari rumah dan
pelaku KDRT bisa mengakibatkan kematian, tentu saja wanita akan memilih
tinggal dan bertahan.
Sangat menyedihkan bagaimana wanita yang mengalami KDRT bisa mengalami dilema yang cukup berat antara tinggal atau pergi dari hubungan tersebut. Pergi atau tinggal sebenarnya sama-sama memiliki risiko besar yang berbahaya. Akan sangat baik jika kita, sebagai orang yang bebas, terlebih dulu membantu mereka untuk keluar dari hubungan yang penuh kekerasan. Jika tak bisa melakukannya sendiri, kita bisa melaporkannya pada lembaga perlindungan wanita atau pihak berwajib.
Sangat menyedihkan bagaimana wanita yang mengalami KDRT bisa mengalami dilema yang cukup berat antara tinggal atau pergi dari hubungan tersebut. Pergi atau tinggal sebenarnya sama-sama memiliki risiko besar yang berbahaya. Akan sangat baik jika kita, sebagai orang yang bebas, terlebih dulu membantu mereka untuk keluar dari hubungan yang penuh kekerasan. Jika tak bisa melakukannya sendiri, kita bisa melaporkannya pada lembaga perlindungan wanita atau pihak berwajib.
No comments:
Post a Comment